07 Desember 2007

Peusijuek (Antara Ada dan Terlupakan Pada Masyarakat Aceh)

Oleh : Piet Rusdi

Pendahuluan
Kekhasan adat Aceh terletak pada nafas Islam yang terkandung didalamnya dan senyawa dengan struktur dan kultur bangsa Indonesia dalam wadah Bhinneka Tunggal Ika. Banyak adat dan budaya menjadi hilang karena masyarakatnya tidak memeliharanya lagi, sebaliknya adat istiadat dan kebudayaan sesuatu masyarakat akan terus lestari dan berkembang ditengah-tengah kaum yang mencintainya. Ada gejala bahwa masyarakat Aceh kini sedang mengalami resesi budaya yang cenderung meninggalkan adat istiadat Aceh.

Sebagai bukti, mesjid yang bermotifkan Aceh dan rumah tradisional Aceh, pada saat ini di mana-mana sukar di cari, karena mesjid dan rumah tradisional tersebut diganti dengan arsitektur yang tidak lagi menyentuh nilai etika dan estetika Aceh. Kemungkinan besar timbulnya resesi budaya di daerah identik dengan semakin meningkatnya gaya hidup yang global sehingga banyak diantara anggota masyarakat yang tidak lagi memahami logika, etika dan estetika adat dan budaya Aceh. Lebih parah lagi, masyarakat Aceh pada saat ini sudah banyak yang melupakan adat budayanya, mereka tidak lagi memiliki dan memakai barang pusaka adat seperti rencong (senjata), busana adat, aksesoris dan perlengkapan bermotifkan Aceh bahkan sudah mengalami dekadensi (kemunduran) tatakarama.

Melihat gejala di atas, maka diperlukan adanya tekad bahwa adat Aceh yang sudah mulai dilupakan perlu ditumbuh kembangkan kembali adat dengan berbagai upaya dan langkah dalam kehidupan keseharian masyarakat, sehingga nilai yang dikandungnya, yang sejak dahulu telah mentradisi akan terpatri kembali dalam hati sanubari masyarakat.

Konsep Peusijuek Pada Masyarakat Aceh
Pada masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam, adat istiadat telah memberikan tempat yang istimewa dalam perilaku sosial dan agama. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan “Hukom ngon Adat Hanjeut cre Lagee zat Ngon Sifeut”. artinya adat dengan hukum syariat Islam tidak dapat dipisahkan (sudah menyatu) seperti zat dengan sifatnya. Diumpamakan seperti kuku dengan daging, sehingga kaidah Islam sudah merupakan bagian daripada adat.

Akan tetapi adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam sebelumnya banyak terdapat pengaruh Hindu. Hal ini terlukiskan pada zaman dahulu tatkala Aceh sebagai tempat persinggahan lalu lintas pelayaran internasional, dalam rangka hubungan perdagangan bahkan ada yang sampai menetap di Aceh.

Masuknya pengaruh Hindu ke dalam kebudayaan dan adat istadat Aceh, disebabkan karena pernah terjadi suatu hubungan yang luas antara Aceh dan India pada masa lampau. Sehingga ada beberapa kepercayaan dari masyarakat Aceh seperti peusijuek (tepung tawari), upacara boh gaca, (memberi inai), kanduri blang, (syukuran ke sawah), upacara peutron aneuk (turun anak) dan lain-lain dianggap bagian dari unsur budaya Hindu yang tidak pernah luntur dalam kehidupan masyarakat Aceh saat ini. Namun sejak masuknya Islam ke bumi Serambi Mekkah, upacara / kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa keIslaman. Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa selamat serta shalawat nabi.

Upacara Peusijuek disebut juga tepung tawari. Pada masyarakat Aceh upacara ini dianggap upacara tradisional simbolik dari permohonan keselamatan, ketentraman, kebahagiaan, perestuan dan saling memaafkan. Hampir sebahagian adat Aceh adanya prosesi upacara peusijuek. Seperti upacara perkawinan, sunat rasul, peusijuek meulangga (perselisihan), peusijuek pada bijeh (tanam padi), peusijuek tempat tinggai (rumah baru), peusijuek peudong rumoh (membangun rumah), peusijuek keurubeuen (hari raya kurban), aqiqah anak, peusijuek kenderaan (roda dua dan empat), peusijuek jak haji (naik haji), peusijuek puduk batee jeurat (pemasangan batu nisan bagi yang telah meninggal). Peusijuek Juga di lakukan tatkala adanya pergantian seorang pemimpin dari perangkat desa sampai gubernur bahkan setiap ada tamu kebesaran daerah juga adanya prosesi upacara peusijuek.

Biasanya dalam pelaksanaan upacara peusijuek dihadirkan seorang Tengku (ulama) atau atau orang yang dituakan (Majelis adat) sebagai pemimpin upacara. Hal ini dilakukan karena dianggap peusijuek yang dilakukan salah satu unsur tersebut memperoleh keberkatan dan setelah selesai upacara peusijuek adakalanya diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tengku untuk mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT.

Macam-Macam Upacara Peusijuek
1. Peusijuk Meulangga
Apabila terjadi perselisihan di antara penduduk, misalnya antara A dan B ataupun antara penduduk gampong (desa) A dengan penduduk gampong B serta perselisihan ini mengakibatkan keluar darah, maka setelah diadakan perdamaian dilakukan pula peusijuek. Peusijuek ini sering disebut dengan peusijuek meulangga. Pada upacara itu juga sering diberikan uang, yang disebut sayam (uang damai) yang jumlahnya menurut kesepakatan. Apabila perselisihan terjadi seperti tersebut di atas, tetapi tidak mengeluarkan darah, misalnya perkelahian, perdamaian dan upacara peusijuek dilakukan juga, tetapi tidak diberikan uang.

Pada peusijuek Meulangga alat-alat yang dibutuhkan seperti dalong, bu leukat, teumpo / u mirah, breueh pade, on sisijeuk, on manoe, naleueng sambo (ketiga-tiga diikat menjadi satu), teupong taweue, glok / cuerana, sangee dan ija puteh. (jika mengeluarkan darah).
Biasanya apabila mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak, ikatan keluarga yang terjadi perselisihan akan menjadi kuat bahkan telah dianggap sebagai sanak saudara.

2. Peusijuek Pade Bijeh
Acara peusijuek pade bijeh ini dilakukan oleh petani terhadap padi yang akan dijadikan benih (bibit) sebelum penyemaian di sawah. Tujuan daripada peusijuek ini mengandung harapan agar bibit yang akan ditanam mendapat rakhmat Allah SWT, subur dan berbuah banyak.

Perangkat alat dan bahan yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah : on gaca, bak pineung, on kunyet, on nilam, on birah, naleueng sambo, sira, saka, boh kuyuen dan minyeuk ata. Peranannya adalah sebagai berikut :

- On gaca (daun pacar), sifatnya tahan panas dan tahan dari segala penyakit, sedangkan maknanya adalah agar benih padi yang akan ditanami kuat dan tahan dari segala gangguan hama, seperti halnya daun pacara tersebut.
- Bak pineueng (phon pinang), sifat asalnya tumbuh tegak dan kuat. Maknanya ialah agar benih padi tersebut akan tumbuh tegak dan kuat seperti halnya pohon pinang.
- On kunyet (daun kunyit), sifat asalnya tahan dari penyakit. Warnanya kuning dan buahnya bersih, maknanya ialah agar benih padi tersebut tahan dari segala serangan penyakit dan tumbuh subur seperti kunyit.
- On nilam (daun nilam), sifat asalnya apabila dibuat minyaknya harum sehingga orang banyak yang senang. Maknanya ialah agar padi tersebut memiliki bentuk daun nilam, buah padinya tumbuh subur.
- On birah (daun keladi), daunnya yang berwarna hijau dan tahan hujan, maknanya agar benih padi yang akan ditanam menjadi seperti daun keladi tersebut dan tahan dari gangguan hama.
- On naleueng sambo (daun rumput panjang), sifatnya kokoh dan teguh, akarnya kuat, sehingga tahan dari segala penyakit. Maknanya agar benih padi tersebut memiliki daya tahan dari gangguan serangan penyakit.
- Sira (garam). Sifat sira adalah asin dan dapat menghancurkan bibit penyakit. Maknanya adalah agar benih padi yang disemai memiliki sifat seperti garam, yaitu dapat menghancurkan penyakit yang hinggap pada padi, sehingga tumbuh dengan subur.

- Saka (gula). Sifat saka adalah manis. Maknanya adalah agar padi yang akan disemai dapat memberikan manfaat bagi orang yang menyemainya.
- Boh kuyuen (jeruk nipis) ; minyeuk ata (minyak wangi) dicampurkan dengan air putih sehingga menjadi harum. Maknanya ialah benih padi itu diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir, memerlukan wangi-wangian. Orang-orang yang menciumnya akan merasa senang dan segar. Demikian juga halnya dengan benih padi yang diperlakukan seperti bayi, supaya tumbuh subur dan banyak orang yang senang melihatnya.
- Asap keumeunyan (kemenyan), dibakar ketika padi menjelang direndam. Maknanya adalah agar padi dapat hidup dengan leluasa dan sempurna serta cepat berbuah.

3. Peusijuk Tempat Tinggai
Setiap orang yang mendiami rumah baru, kebiasaannya dilakukan upacara peusijuek. Pelaksanaannya oleh beberapa orang terdiri dari tiga, lima orang dan seterusnya dalam jumlah ganjil. Upacara ini dimaksudkan untuk mengambil berkah agar yang tinggal di tempat ini mendapat ridha Allah mudah rezeki dan selalu dalam keadaan sehat wal'afiat. Pada upacara ini alat-alat yang digunakan adalah ; dalong, bu leukat, tumpo / u mirah, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo (ketiga yang terakhir di ikat menjadi satu), glok dan sangee.

4. Peusijuk Peudong Rumoh
Rumah adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Oleh karena itu, kegiatan membangun rumah selalu dipilih pada hari baik. Demikian juga dalam memilih bahan-bahan rumah yang dianggap baik. Selanjutnya, membangun rumah atau sering disebut peudong rumoh diawali dengan upacara peusijuek. Yang di peusijuek biasanya adalah tameh (tiang) raja, dan tameh putroe serta tukang yang mengerjakannya (utoh) agar ia diberkati oleh Allah SWT. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk upacara peusijuek ini adalah : dalong, bu leukat, breueh pade, teupong taweue, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, ija puteh dan ija mirah, glok dan sangge.

5. Peusijuk Keurubeuen
Bagi orang Islam yang mampu, sering memberikan kurban pada hari raya sesuai dengan hukum agama. Seekor hewan kecil (kambing atau domba) cukup untuk korban bagi seorang, sedangkan tujuh orang secara bersama-sama memberi korban seekor hewan besar (sapi). Perangkat yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah sebagai berikut : dalong, boh manok meuntah, teupong taweue, breueh pade, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu (lipstik), boh kayee (buah-buahan), tirai peunahan matahari, dan ija puteh (kain putih). Semua bahan, termasuk alat-alat adalah untuk merapikan tubuh domba oleh penyembelih (jagal) dipakai menurut kegunaannya masing-masing.

Menurut keyakinan masyarakat Aceh, bahan-bahan tambahan yang dipersiapkan untuk peusijuek tersebut seperti minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu, boh kayee, tirai peunahan matahari, dan ija puteh. Mempunyai makna dan fungsi di hari akhirat kelak. Di mana hewan yang diperuntukkan untuk korban tadi nantinya akan menjadi kenderaan di hari akhirat kelak dan fungsi dari bahan-bahan tersebut sebagai hiasan kenderaan.

6. Peusijuk Kendaraan
Apabila seorang yang baru memiliki kendaraan ataupun angkutan lainnya, maka diadakan peusijuek. Hal ini dimaksudkan supaya kendaraan yang dipakai akan terhindar dari kecelakaan. Yang melaksanakannya satu orang atau pun tiga orang.

Perlengkapan Upacara Peusijuek
Adapun perlengkapan pada acara Peusijuek sebagai berikut :
1. Dalong
Pada masyarakat Aceh, dalong mengandung makna bahwa mempelai yang dilepaskan akan tetap masih bersatu dalam lingkungan keluarga yang ditinggalkannya. Karena dalong merupakan satu wadah yang diisi dengan bermacam-macam alat peusijuek sehingga dianggap memiliki kebersamaan yang kuat yang tidak dapat dipisahkan.
2. Bu Leukat
Warnanya kuning ataupun putih. Makna dari ketan ini adalah mengandung zat perekat, sehingga jiwa raga yang di peusijuek tetap berada dalam lingkungan keluarga atau kelompok masyarakatnya. Warna kuning dari ketan merupakan lambang kejayaan dan kemakmuran, sedangkan warna putih melambangkan suci dan bersih. Maksudnya supaya yang di peusijuek dapat memberi manfaat yang lebih baik bagi orang lain dan yang di peusijuek dalam ketentraman menuju jalan yang benar.
3. U mirah
Makna dari U mirah adalah sebagai pelengkap dalam kehidupan dan memberikan perpaduan yang manis.
4. Breueh pade
maknanya adalah sifat padi itu semakin berisi makin merunduk, maka diharapkan bagi yang di peusijuek supaya tidak sombong bila mendapat keberhasilan dan peranan beras ialah sebagai makanan pokok masyarakat.
5. Teupong Taweue ngon ie.
Makna dari pada teupong taweue dan air adalah untuk mendinginkan dan membersihkan yang di peusijuek supaya tidak akan terjadi hal-hal yang di larang oleh agama melainkan mengikuti apa yang telah ditunjukkan yang benar oleh agama.
6. On sisikuek, manek manoe dan naleueng sambo

Ketiga jenis perangkat ini di ikat dengan kokoh menjadi satu, yang peranannya sebagai alat untuk memercikkan air tepung tawar. Makna tali pengikat dari semua perangkat tersebut untuk mempersatukan yang di peusijuek sehingga dapat bersahabat dengan siapapun dan selalu terjalin hubungan yang harmonis dan terbina. Sedangkan dari masing-masing perangkat dedaunan merupakan obat penawar dalam menjalankan bahtera kehidupan seperti mengambil keputusan dengan bermusyawarah dan berkepala dingin, bertanggung jawab dengan sepenuhnya dan dapat menjalin hubungan yang erat dengan siapapun.

7. Glok
Peranannya sebagai tempat mengisikan tepung tawar yang sudah dicampur dengan air dan yang satu lagi digunakan sebagai tempat mengisi beras dan padi. Maknanya adalah jika yang di peusijuek tersebut melakukan aktivitas sebaiknya hasil yang didapatkan disimpan dengan sebaik-baiknya.


8. Sangee
Berperan untuk menutup perlengkapan alat-alat tepung tawar. Maknanya untuk mengharap perlindungan supaya yang di peusijuek mendapat lindungan dari Allah SWT.

Peusijuek Saat Ini
Pasca gempa dan tsunami banyak adat Aceh yang terlupakan, budaya luar begitu cepat merambat ke pelosok desa. Hal ini terlihat jelas dari pergaulan kehidupan sehari-hari masyarakat. Belum lagi dengan kehidupan kota yang memang sudah memudar akan pelaksanan adat. Namun pada saat ini di Nanggroe Aceh Darussalam, adat istiadat dalam bentuk upacara Peusijuek tetap masih terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Meskipun ada beberapa pelaksanaan peusijuek yang sudah tidak dipakai lagi khususnya pada masyarakat perkotaan. Seperti di kota peusijuek meulangga (perselisihan) sudah tidak ada lagi karena semua urusan perselisihan akan diselesaikan oleh aparatur hukum lain dengan peusijuek pade bijeh (tanam padi) di mana kota sudah tidak ada lagi lahan untuk menanam padi. Lain lagi dengan peusijuek peudong rumoh (membangun rumah) salah satu yang terlupakan, mengingat Aceh dilanda gempa dan tsunami sehingga setiap pembangunan rumah bantuan tidak ada lagi prosesi upacara peusijuek.

Dan yang terakhir peusijuek keurubeuen di mana adanya penerapan sistem kurban yang pelaksanaan, penyembelihan dan pembagian daging diserahkan pada panitia dan kadang-kadang pemilih tidak hadir pada saat itu sehingga adat upacara peusijuek ditinggalkan.

Penutup
Dari uraian singkat di atas ini tidaklah dimaksud untuk menjelaskan seluruh segi adat dan budaya masyarakat Aceh akan tetapi hanya memberikan gambaran mengenai salah satu bentuk pengwujudan adat yang masih dipraktekan oleh masyarakat Aceh sampai saat ini.

Dalam menghadapi zaman globalisasi saat ini, budaya dan adat masyarakat Aceh juga mengalami perubahan dan pergeseran makna yang sesuai dengan kondisi zaman. Oleh karena itu muncul pertanyaan, perlu tidaknya mempertahankan budaya keAcehan akan nilai-nilai Islami yang selama ini dianut oleh masyarakat Aceh?

Jawabnya tentu sangat perlu, meskipun makhluk manusia berubah sesuai dengan zamannya. Karena merupakan identitas masyarakat Indonesia yang kaya dengan keberagaman

Penulis:
Piet Rusdi, S.Sos adalah Peneliti pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh

Download File Asli:
http://www.pintoaceh.com/hb/hb43/piet_hb43_peusijeuk.rar

Tidak ada komentar: